Deskripsi Naskah SSN
1) Jakarta
(1) Judul Naskah : Suluk Sida Nglamong
Nomor Naskah : NR 179 (PR 75)
Tempat/koleksi : Perpustakaan Fakultas Sastra Universitas Indonesia
Keadaan Naskah : Masih baik, menggunakan kertas HVS, berwarna kecoklat-coklatan terdapat lubang kecil-kecil, menggunakan iluminasi, bergaris-garis, tulisan tangan terlatih dan mudah terbaca. Sampul muka (bendel) warna merah tua dan sudah rusak dengan jilid punggung warna hijau tua.
Ukuran Naskah : 23 x 13 cm, 29 halaman, 18 baris
Tulisan Naskah : Jawa, jelas, tidak ada yang menyimpang dari kaidah penulisan aksara yang berlaku.
Berbentuk bulat sedang, miring ke kanan (kursif),
goresan tipis dan sama, tidak terlalu rapat, dengan tinta berwarna hitam, tulisan baik dan mudah dibaca.
Keadaan Tulisan : jelas
Bahan Naskah : kertas HVS bergaris, sampul merah tua dan agak rusak, jilid punggung warna hijau tua dengan kertas tebal
Bentuk : tembang macapat, terdiri atas tiga pupuh, yaitu: megatruh, dhandhanggula, dan mijil
Bahasa : Jawa Baru dan terdapat pengaruh bahasa asing, yakni bahasa Jawa Kuna, Sanskerta, serta Arab.
Kolofon : Pada teks Musyawaratan Para Wali, penyalin menyebutkan dirinya Natadiharja, sedang pada teks-teks yang lain tidak ditemukan keterangan seperti itu. Melihat corak tulisannya, tampaknya teks ini disalin oleh banyak orang. Keterangan tarikh dan tempat penyalinan juga tidak ditemukan dalam teks. Namun, tahun penyalinan dapat diketahui dari kertas kop berbingkai yang dipakai dalam naskah ini. Kop yang ada pada kertas ini sebagian berbunyi: ‘Raden Tumenggung Suryadi, 1833, Bupati Wadana Ageng Punakawan, Ngayogyakarta’; sebagian lain berbunyi: ‘Raden Tumenggung Suryadi, Bupati Wadana Papatih ing Kadipaten Anom, 8-1-5, 1839’. Ini berarti bahwa kertas kop ini merupakan kertas cetak pesanan R.T. Suryadi dari tahun 1903 dan 1909 masehi. Diduga naskah disalin sekitar tahun 1910 atas perintah Suryadi tersebut, atau bahkan ia sendiri yang menyalin naskah ini. Menurut keterangan di luar teks, naskah ini dibeli Pigeaud dari Ir. Moens pada tanggal 11 Mei 1932, di Yogyakarta. Kemudian oleh Mandrasatra dibuatkan ringkasannya pada bulan November 1932, namun ringkasan itu tidak ditemukan lagi dalam koleksi Fakultas Sastra Universitas Indonesia.
Catatan Lain : Teks ini terdapat dalam bendel naskah yang berjudul Primbon Suryadi. Naskah (bendel) ini berisi berbagai macam teks. Teks-teks itu pada umumnya mengajarkan berbagai hal yang berkaitan dengan ajaran mistik Islam-Kejawen. Rincian isi naskah adalah sebagai berikut: (1) Wirid Wejangan, (2) Suluk Wringin Sungsang, (3) Serat Seh Malaya (Sunan Kalijaga Geguru Ilmu), (4) Suluk Sida Nglamong, (5) Musyawaratan Para Wali, (6) Baron Sakender, (7) Babad Padjadjaran. Tambahan: nomor halaman ditulis dengan angka Arab. Pada halaman awal, di kanan atas, dengan tulisan tangan menggunakan pensil tertera: Gekochd doer bem. v. Ir. Moens; Yogyakarta, 11 Mei 1932, tertanda Mandrasastra, November 1932.
Pokok-Pokok Isi Teks:
Pupuh I, Megatruh
Bait 1-17 (hlm. 135-139) : Mengisahkan kehidupan Ki Sida Nglamong yang setiap hari menggulung tali dan bermain layang-layang. Layang-layang tersebut diberi lampu berkerudung/berkurung dan di dalamnya terdapat seorang puteri yang cantik. Dengan duduk bersimpuh di atas gunung menghadap ke barat, Ki Sida Nglamong terus-menerus menarik-narik layang-layang agar bisa turun. Akhirnya layang-layang itu hampir teraih, tetapi tiba-tiba layang-layang itu hilang, sang puteri jelita pun hilang. Bersama itu, Ki Sida Nglamong pun hilang.
Pupuh II, Dhandhanggula
Bait 1-4 (hlm. 139-140) : hilangnya Ki Sida Nglamong dan Sang Puteri Jelita sebagai perumpamaan bintang dan cahaya yang disinari matahari
Bait 5-6 (hlm.141) : manusia sejati hidupnya dengan Tuhan, ilmunya bersama jiwanya
Bait 7-9 (hlm. 141-142) : ajaran tiga guru, yakni Sunan Kalijaga, Pangeran Tembayat, dan Seh Dumba tentang hidup yang diumpamakan seperti orang yang pergi ke pasar
Bait 10-11 (hlm 143) : ajaran tiga guru tentang kehidupan sukma dan zikir
Bait12-13 (hlm. 143-144) : ajaran tiga guru tentang lukisan surga yang indah
Bait 14-15 (hlm.144-145) : ajaran tiga guru tentang kematian
Bait 16-17 (hlm.145-146) : ajaran tiga guru tentang Tuhan menguasai manusia
Bait 18-22 (hlm.146-148) : ajaran tiga guru tentang keutamaan orang hidup
Bait 23-24 (hlm. 148) : ajaran tiga guru tentang perumpamaan ilmu sebagai benih
Bait 25-27 (148-150) : kewajiban orang hidup: sembahyang dan zakat
Bait 28-30 (hlm. 150-151) : perumpamaan sembahyang dikaitkan dengan empat tahap perjalanan menuju kesempurnaan (hidup) manusia, yakni syariat, tarekat, hakikat, dan makrifat
Bait 31-32 (hlm. 151) : nafsu manusia
Bait 33-35 (hlm. 152-153) : hidup sejati menuju kawula-gusti
Bait 36-42 (hlm. 153-155) : alam-alam tempat manusia yang telah mencapai tahap perjalanan menuju kesempurnaan
Bait 43-46 (hlm. 155-157) : kesungguhan salat dan syirik
Bait 47-49 (hlm. 157-158) : jalannya kematian dari sembilan hal dan tempat (tujuan)nya
Pupuh III, Mijil
Bait 1-4 (hlm. 158-159) : perimbangan perbuatan lahir dan batin
Bait 5-6 (hlm. 159-160) : Tuhan mengasihi orang yang baik (berbuat baik)
Bait 7-9 (hlm. 160) : perumpamaan ratu sebagai kalifatullah
Bait 10-11(hlm. 160-161) : arti kawula dan punakawan
Bait 12-19 (hlm. 161-163) : pengertian wali nabi mukmin
Bait 20 (hlm. 163) : menerangkan bahwa suluk ini dari orang pandai, Seh Wahab namanya, kiai dari Tanah Arab
5.1 Deskripsi Naskah
1) Naskah A
(1) Judul : Babadipun Kangjeng Ratu Kancana Karan Asma Kangjeng Ratu Beruk Prameswari Dalem Sampeyan Dalem Ingkang Sinuhun kaping III
(2) Nomor naskah : 118 Ka/ KS = 66, SMP 103/4: R 163/36
(3) Tempat penyimpanan naskah : Perpustakaan Sasono Poestoko Karaton Kasunanan Surakarta
(4) Asal naskah : Surakarta
(5) Keadaan naskah : masih utuh / lengkap, dijilid rapi; kertas sudah rapuh karena goresan tulisan yang terlalu keras dan akibat penjilidan yang kurang baik.
(6) Ukuran naskah : 17 x 21.5 cm
(7) Ukuran Teks : 14 x 15.5 cm, 20 baris, 38 halaman
(8) Aksara : tulisan Jawa, bentuk agak bulat, tegak dan bagian belakang sedikit miring ke kanan, ukuran kecil dengan jarak tulisan rapat, jelas dibaca. Teks ditulis bolak-balik dengan tekanan tinta yang keras, sehingga beberapa halaman agak sulit dibaca karena aksaranya bertumpuk dengan bayangan sebaliknya.
(9) Bahan naskah : naskah terbuat dari kertas merang bergaris, dengan cover kertas tebal
(10) Bentuk teks : puisi/ tembang macapat, terdiri atas 11 (sebelas) pupuh, 305 bait, yaitu:
(1) dhandhanggula 20 bait, (2) megatruh 41 bait, (3) sinom 15 bait, (4) asmarandana 26 bait, (5) sinom 26 bait, (6) mijil 30 bait, (7) pucung 29 bait, (8) pangkur 27 bait, (9) maskumambang 37 bait (10) dhandhanggula 23 bait, dan (11) gambuh 31 bait.
(11) Bahasa naskah : bahasa Jawa Baru dan banyak disisipi kata-kata Kawi
(12) Umur naskah : teks selesai disusun pada hari Sabtu, 20 Madilawal, Alip, l817 Jw atau 8 Agustus 1936 M.
(13) Pengarang/penyalin : Raden Mantri Guru Sasrasumarta, Kepala Sekolah SD Mungup, Boyolali / tidak diketahui
(14) Asal-usul naskah : tidak diketahui
(15) Catatan lain : pada halaman pertama sebelum memasuki teks terdapat keterangan yang menyebutkan naskah ini disalin dari Surat Kabar Darmakandha nomor 35, tahun l867 J. dan disebutkan pengarangnya adalah Lare Mungup ‘orang dari desa Mungup’.
(16) Ikhtisar isi cerita : sejarah keraton Surakarta tahun + tahun l750 – l770 M, biografi Kangjeng Ratu Kancana atau Kangjeng Ratu Beruk, permaisuri Paku Buwana III dan ibu dari Paku Buwana IV yang silsilahnya diurutkan dari Sultan Demak. Berikut ini diihtisarkan cerita BKRB per pupuhnya.
1-4: Pupuh I Dhandhanggula 20 bait, mengisahkan kehidupan orang tua Rara Beruk, kehamilan, dan mimpi;
5-9: Pupuh II Megatruh 41 bait, menceritakan saat Nyai Jaga hendak melahirkan, kedatangan tamu Nyi Sudiradirja, upacara tradisi selamatan menyambut kelahiran bayi, dan kelahiran bayi;
9 – 12: Pupuh III Sinom 15 bait, menceritakan kehidupan keluarga Ki Jaga yang sudah berkecukupan, menyerahkan perawatan Rara Beruk kepada bibinya Nyi Sudiradirja, pendidikan kewanitaan dari Nyi Sudiradirja untuk Rara Beruk;
12 – 15: Pupuh IV Asmarandana 26 bait, Nyi Sudira mengabdikan Rara Beruk ke keputren sebagai pelayan permaisuri Paku Buwana III, Sang Raja mengetahui adanya sinar yang dimiliki Rara Beruk, Sang Raja berpesan pada Nyi Sudiradirja untuk merahasiakan keajaiban itu;
15 – 19: Pupuh V Sinom 26 bait, Ki Sudira menyarankan pada isterinya untuk meminta kembali Rara Beruk pada permaisuri dengan alasan mau dinikahkan;
19 – 22: Pupuh VI Mijil 30 bait, menceritakan kesedihan Sang Raja atas kepergiaan Rara Beruk yang sudah terlanjur dicintainya;
22 – 25: Pupuh VII Pucung 29 bait, Sang Raja melanjutkan menjalin cinta dengan Rara Beruk; kesedihan permaisuri, dan Sang Raja meminta saran pada Tuwan Residen;
25 –28: Pupuh VIII Pangkur 27 bait, mengisahkan Sang Raja, Rara Beruk dan keluarga mengungsi ke Loji; permaisuri pulang ke Endranatan untuk meminta saran pada adiknya;
28 – 31: Pupuh IX Maskumambang 37 bait, Tuwan Residen datang ke keputren untuk memberitahu permaisuri bahwa keraton kedatangan musuh, permaisuri disarankan untuk mengungsi, Sang Raja kembali ke keraton dan mengangkat secara resmi Rara Beruk sebagai selir.
31 – 35: Pupuh X Dhandhanggula 23 bait, permaisuri sakit keras di Endranatan sampai meninggal dunia; Rara Beruk melahirkan seorang putera, pengangkatan Rara Beruk sebagai permaisuri, pengisahan geneologi Ratu Beruk;
35 –38: Pupuh XI Gambuh 31 bait, menceritakan abdi raja bersuara emas yang bernama Pajangsora, sakitnya Sang Raja sampai meninggal, dan pengangkatan putera mahkota menggantikan kedudukan tahta raja yang bergelar Paku Buwana IV.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar