TUGAS TELAAH PROSA
TENTANG KAJIAN STILISTIKA NOVEL “RONGGENG DUKUH PARUK
KARYA AHMAD TOHARI DAN PEMAKNAANNYA”
DOSEN PENGAMPU :
Prasetyo Adi Wisnu W, S. S, M. Hum
OLEH :
M RENDRAWAN SETIYA N
JURUSAN SASTRA DAERAH
FAKULTAS SASTRA DAN SENI RUPA
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
A. PENDAHULUAN
Struktur novel dengan segala sesuatu yang dikomunikasikan, selalu dikontrol langsung
oleh manipulasi bahasa pengarang (Fowler, 1977: 3). Demi efektivitas pengungkapan, bahasa
sastra disiasati, dimanipulasi, dieksploitasi, dan diberdayakan sedemikian rupa melalui stilistika.
Oleh karena itu, bahasa karya sastra memiliki kekhasan yang berbeda dengan karya nonsastra
(Wellek dan Warren, 1989: 15), yakni penuh ambiguitas dan memiliki kategori-kategori
yang tidak beraturan dan tidak rasional, asosiatif, konotatif, serta mengacu pada teks lain atau
karya sastra yang diciptakan sebelumnya.
Style, 'gaya bahasa' dalam karya sastra merupakan sarana sastra yang turut memberikan
kontribusi signifikan dalam memperoleh efek estetik dan penciptaan makna. Style membawa
muatan makna tertentu. Setiap diksi yang dipakai dalam karya sastra memiliki tautan emotif,
moral, dan ideologis di samping maknanya yang netral (Sudjiman, 1995: 15-16). Istilah deep
structure (struktur batin) dan surface structure (struktur lahir) menurut Chomsky (dalam
Fowler, 1977: 6), identik dengan isi dan bentuk dalam style. Struktur lahir adalah performansi
kebahasaan dalam wujudnya yang konkret, dan itulah gaya bahasa. Adapun struktur batin
merupakan gagasan yang ingin dikemukakan pengarang melalui gaya bahasanya.
Sesuai dengan konvensi sastra, gaya bahasa merupakan tanda yang menandai sesuatu
(Pradopo, 2004: 8). Wahana karya sastra adalah bahasa yang merupakan sistem tanda tingkat
pertama (first order semiotics). Dalam karya sastra gaya bahasa itu menjadi sistem tanda
tingkat kedua (second order semiotics). Gaya, bagi Junus (1989: 187-188), adalah tanda yang
mempunyai makna dan gaya bahasa itu menandai ideologi pengarang. Oleh karena itu,
demikian Junus (1989: xvii), stilistika, studi tentang gaya yang meliputi pemakaian gaya bahasa
dalam karya sastra, merupakan bagian penting bagi ilmu sastra sekaligus bagi studi linguistik.
Kajian ini bertujuan untuk: (1) mendeskripsikan stilistika RDP yang difokuskan pada
diksi, bahasa figuratif, dan citraan; (2) mengungkapkan makna stilistika RDP dalam kaitannya
dengan latar sosiohistoris pengarang, kesemestaan, dan tanggapan pembaca.
B. STILISTIKA RONGGENG DUKUH PARUK
Stilistika RDP karya Ahmad Tohari memiliki keunikan dan kekhasan ala Tohari yang
_________________
*) Disajikan dalam Kongres Internasional Masyarakat Linguistik Indonesia (KIMLI) di
Kusuma Agro Wisata Resort & Convention Hotel, Batu Malang, tanggal 5-7 November 2009.
2 tidak ditemukan dalam karya sastra lain. Keistimewaan stilistika RDP terletak pada
pemberdayaan segenap potensi bahasa sebagai sarana sastra yang memiliki daya ekspresif,
makna asosiatif, dan kaya akan kata konotatif dan berunsur alam. Mayoritas stilistika RDP
merupakan hasil kreasi Tohari yang orisinal. Orisinalitas stilistika RDP mencerminkan
individuasi Tohari yang tampak pada bentuk ekspresi, keselarasan bentuk dan isi (harmoni),
kejernihan dan kedalaman tujuan yang berkaitan dengan intensitas bahasa.
Stilistika RDP kaya nuansa intelektual, sarat muatan filosofis budaya Jawa, dan
wawasan religius. Hal itu tidak terlepas dari latar sosiohistoris Tohari yang hidup dan
dibesarkan dalam keluarga Jawa santri dan akrab dengan masyarakat peronggengan. Stilistika
RDP sebagai sarana sastra tersebut terkesan ekspresif, asosiatif, dan provokatif. Ekspresif
karena stilistika RDP mampu menghidupkan lukisan suasana, kondisi, dan peristiwa dalam
imajinasi pembaca seolah-olah lukisan itu hidup. Asosiatif karena berbagai kreasi bahasa dan
gaya bahasa yang diciptakan dan dimanfaatkan Tohari mampu menimbulkan asosiasi makna
bagi pembaca sehingga memudahkan pemahaman akan gagasan dalam RDP. Adapun provokatif
karena gaya bahasa dalam RDP dikolaborasikan sedemikian rupa antara gaya kata (diksi),
kalimat, wacana, bahasa figuratif, dan citraan sehingga mengesankan pembaca. Adanya
kolaborasi dengan sarana retorika menimbulkan unsur permainan bunyi berupa asonansi dan
aliterasi sehingga melahirkan orkestrasi bunyi yang indah dalam eufoni dan kokofoni.
Kekhasan stilistika RDP terlihat pada pemanfataan bentuk-bentuk kebahasaan antara
lain pada diksi, bahasa figuratif, dan citraan. Diksi dalam RDP demikian kaya dan variatif. Di
antara diksi dalam stilistika RDP, kata konotatiflah yang paling dominan, disusul kosakata
bahasa Jawa, kata serapan dari bahasa asing, kata dengan objek alam. Kata sapaan khas dan
nama diri, kata seru khas Jawa dan kata vulgar juga mewarnai RDP. Dominasi kata konotatif
menunjukkan hakikat karya sastra sebagai karya fiksi yang memiliki sifat polyinterpretable dan
kaya makna. Diperlukan ekspresi kata yang asosiatif dan prismatif dalam karya sastra. Sebagai
sarana ekspresi, tiap diksi memiliki fungsi masing-masing dalam mendukung gagasan yang
dikemukakan. Khususnya kosakata bahasa Jawa yang bertebaran di RDP digunakan Tohari
untuk menciptakan latar sosial budaya masyarakat Banyumas sesuai dengan latar cerita.
Sebagai ilustrasi, berikut dipaparkan contoh diksi dalam RDP.
(1) Kelak Srintil bercerita padaku bahwa dia segera terjaga kembali ketika Dower
membangunkannya dengan dengus napas lembu jantan. Srintil tidak mengatakan
apa yang dialaminya kemudian sebagai suatu perkosaan. (hlm. 76)
Bentuk dengus napas lembu jantan dengan gaya metaforis pada data di atas
merupakan pelukisan khas tentang keadaan seseorang yang dilanda birahi. Ungkapan itu orisinal
kreasi Tohari, tidak ditemukan pada karya sastra lain. Dengan ungkapan metaforis, dengus
3 napas lembu jantan , pembaca akan memperoleh kesan lebih dalam sehingga dapat
membayangkan lebih jelas bagaimana gejolak jiwa seorang lelaki yang sedang dikuasai renjana
berahi . Lembu merupakan hewan yang dipandang oleh masyarakat Jawa sebagai simbol
kekuatan/ kejantanan lelaki. Tentu berbeda efeknya jika keadaan lelaki yang sedang dilanda
birahi dilukiskan dengan kalimat biasa, misalnya ... dengan nafsu birahi yang membara .
Bahasa figuratif yang unik dan khas Tohari juga cukup dominan dalam RDP yang
meliputi pemajasan, tuturan idiomatik, dan peribahasa. Melalui bahasa figuratif maka stilistika
RDP menjadi lebih hidup, ekspresif, dan sensual. Majas dalam RDP memberi daya hidup,
memperindah, dan mengefektifkan pengungkapan gagasan. Bahasa figuratif dalam RDP
dominan dimanfaatkan oleh Tohari. Di antara jenis bahasa figuratif, majaslah yang paling
dominan dibanding tuturan idiomatik. Majas dalam RDP didominasi oleh Metafora, disusul
kemudian oleh Personifikasi, dan Simile. Adapun majas Metonimia sedikit, demikian pula
Sinekdoki (pars pro toto dan totum pro parte). Ilustrasi berikut menunjukkan keunikan dan
kekhasan majas dalam RDP.
(2) Mereka pantas berkejaran, bermain dan bertembang. Mereka sebaiknya tahu masa
kanak-kanak adalah surga yang hanya sekali datang. (hlm. 14)
Metafora pada data di atas melukiskan keindahan dunia anak-anak di pedukuhan kecil
yang masih tradisional, serba gembira, bebas bermain, belum memiliki tanggung jawab
keluarga, dan fisik masih prima. Dunia anak-anak merupakan fase kehidupan yang indah dan
tidak mungkin terulang lagi pada kehidupan seseorang. Banyak kenangan yang tidak
terlupakan, baik yang menggembirakan maupun yang menyedihkan. Tohari mengibaratkannya
sebagai surga yang hanya sekali datang . Demikian plastis pelukisan dunia anak-anak dengan
metafora tersebut. Yang lebih mengesankan, metafora itu dirangkai dengan gaya bahasa
paralelisme di atasnya, Mereka pantas berkejaran, bermain dan bertembang. Mereka sebaiknya
tahu masa kanak-kanak adalah surga yang hanya sekali datang.
Bila diekspresikan dengan
bahasa biasa, misalnya, ...masa kanak-kanak adalah masa yang sangat indah dan hanya sekali
terjadi dalam hidup ini , lukisan itu tentu tidak menarik, tidak mengesankan pembaca sehingga
tidak memiliki daya pikat. Lebih memikat lagi metafora itu dipadukan dengan unsur permainan
bunyi vokal /a/ dan konsonan /k/ dan /m/, asonansi dan aliterasi sehingga menimbulkan irama
indah sebagai eufoni dan kokofoni.
Tuturan idiomatik cukup banyak dimanfaatkan dalam RDP. Tuturan idiomatik dalam
RDP dapat dibagi menjadi dua jenis yakni tuturan idiomatik klise dan orisinal kreasi Tohari.
Tuturan idiomatik klise mengindikasikan bahwa Tohari menguasai bentuk-bentuk idiom lama
yang efektif dari segi ekspresi dan makna. Adapun tuturan idiomatik orisinal menunjukkan
bahwa Tohari adalah pengarang yang kreatif dalam pemberdayaan segenap potensi bahasa.
4 Keunikan dan kekhasan tuturan idiomatik RDP terlihat dalam ilustrasi berikut.
(3) Dia yang hidup atas dasar kepercayaan menjalani alur cetak biru seorang
ronggeng. (hlm. 231)
Idiom kreasi Tohari cetak biru pada data tersebut secara harfiah adalah blue print yang
berarti suratan takdir yang harus dijalani oleh manusia sebagai jalan hidup yang harus
dilaluinya. Diterimanya profesi sebagai ronggeng sebagai tugas hidup yang harus dijalaninya,
yakni menjadi pemangku naluri primitif; naluri berahi yang membebaskan diri dari norma dan
etika. Menjadi ronggeng, itulah dunianya, kesadarannya. Ronggeng adalah keperempuanan
yang menari, menyanyi, serta kerelaan melayani kelelakian. Itulah cetak biru yang dipahami
Srintil sebagai ronggeng.
Citraan dalam RDP meliputi tujuh jenis citraan. Dari ketujuh jenis citraan dalam RDP,
citraan intelektual yang dominan, disusul citraan visual, gerak, pendengaran, dan perabaan.
Dominasi citraan intelektual dalam RDP menunjukkan bahwa Tohari sebagai pengarang
memiliki kapasitas intelektual yang tinggi di samping keunggulan bercerita tentang masalah
sosial, budaya, moral, jender, humanitas, dan religiositas.
Tohari memanfaatkan citraan dalam RDP untuk menghidupkan lukisan keadaan,
peristiwa, latar cerita, penokohan, dan suasana batin tokoh dan menimbulkan imajinasi yang
indah pada pembaca. Dengan citraan, berbagai gagasan menjadi memiliki daya ekspresif, indah,
dan sensual. Citraan semakin indah karena dikolaborasikan dengan sarana retorika tertentu
seperti Metafora, Simile, Personifikasi, dan Hiperbola. Kolaborasi itu menimbulkan eofoni dan
kokofoni sehingga melahirkan orkestrasi bunyi dengan irama yang indah.
Ilustrasi berikut merupakan citraan intelektual dalam RDP yang khas Tohari.
(4) Selera agung yang transendental terhadap segala citakarsa manusia dan karena
keagungannya manusia diminta untuk runduk oleh suara bening di dalam jiwa.
Runduk dalam cita dan perilaku, runduk dalam karsa dan karya. Dan kemudian
Srintil dengan nilai kemanusiaannya sendiri merasa selera agung, meski tanpa
sepatah kata jua, membuka pintunya bagi segala manusia dan kepada tiap-tiap jiwa
untuk masuk dan menyelaraskan diri kepadanya (hlm. 355)
Data di atas menunjukkan intensitas Tohari dalam memahami aspek transendental yang
esensial bagi kehidupan manusia. Melalui citraan intelektual dengan majas Metonimia, Tohari
menggelitik pembaca agar dalam berbuat dan berkarya selalu mengikuti suara hati nurani yang
tidak pernah salah, selalu berbisik ke arah kebenaran. Manusia harus berusaha menyelaraskan
segala perilakunya dengan ajaran Tuhan dengan cara melaksanakan perintah dan menjauhi
larangan-Nya. Agaknya pada bagian ini Tohari terilhami oleh makna firman Tuhan: Yaa
ayyatuhan nafsul muthmainnah, irji ii ilaa rabbiki radhiyatan mardhiyyah, fadkhulii fi ibaadii
wadkhulii jannatii, artinya, Wahai jiwa yang tenang, kembalilah kepada Tuhanmu agar
5 memperoleh keridhaan-Nya dan masuklah ke dalam golongan hamba-Ku (yang beriman) dan
masuklah ke dalam surga-Ku (Q.S. al-Fajr: 27-30).
Dapat dikemukakan bahwa stilistika merupakan sarana sastra yang berperan penting
dalam menciptakan daya estetis karya sastra. Sebagai sarana sastra, stilistika RDP diciptakan
Tohari untuk mengekspresikan gagasan sebagai esensi sastra.
C. GAGASAN MULTIDIMENSI DALAM NOVEL RONGGENG DUKUH PARUK:
SEBUAH PEMAKNAAN
Melalui kajian stilistika RDP dan pemaknaan dengan menggunakan teori Semiotik,
Resepsi Sastra, ditemukan bahwa RDP merupakan karya sastra yang mengandung gagasan
multidimensi yang kaya nuansa. Multidimensi karena RDP mengandung gagasan-gagasan yang
beragam dan penuh kejutan . Keberagaman itu dapat dilihat pada gagasan-gagasan yang
meliputi dimensi kultural, sosial, moral, humanistik, jender, dan religiositas. Penuh kejutan
karena ada beberapa gagasan yang selama ini belum pernah diungkapkan oleh kritikus/ peneliti
RDP sebelumnya bahkan mengalami dekonstruksi.
Adapun gagasan multidimensi itu adalah: (1) dimensi kultural meliputi: kesenian
ronggeng sebagai kebudayaan lokal yang berdimensi global; ronggeng sebagai duta budaya;
ronggeng dan pengukuhan mitos; kearifan lokal (local genius) pada zaman global
(intertekstualitas dengan ajaran Islam); (2) dimensi sosial: empati terhadap rakyat kecil yang
terpinggirkan; (3) dimensi humanistik: pembunuhan mental sebagai tragedi kemanusiaan yang
terabaikan; (4) dimensi moral: moralitas yang terpinggirkan oleh budaya; (5) dimensi jender:
resistensi perempuan terhadap hegemoni kekuasaan laki-laki gaya ronggeng; (6) dimensi
religiositas meliputi: reaktualisasi ajaran tasawuf wahdatusy syuhud dan dakwah kultural; (7)
dimensi multikultural: Ronggeng Dukuh Paruk (RDP) sebagai sastra multikultural yang kaya
makna. Stilistika RDP memiliki daya ekspresi yang kuat sebagai media artikulasi gagasan
multidimensi yang tidak terlepas dari latar sosiohistoris pengarang dan kondisi social budaya
pada dekade 1960-an berdasarkan resepsi pembaca.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar